Minggu, 27 Agustus 2017

Kritisnya Toleransi


Sesungguhnya segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan itu tidak baik. Termasuk jika dikaitkan dengan hal yang paling mudah dijadikan alat (oleh sebagian oknum) di dunia ini, Agama.

Dilihat dari Wikipedia, Fanatik dikatakan sebagai sebuah paham atau keyakinan tapi dilakukan secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Seringkali ada pendapat bahwa "Fanatisme membutakan segalanya", atau bisa dibilang menolak segala sesuatu yang berbeda dari apa yang diyakini.

Mari pindah ke Indonesia. Di zaman yang konon menghargai Toleransi dan "perdamaian abadi" seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 45, sudahkan kita sebagai warga negara yang baik menghargai apa yang disebut Toleransi? Atau kalau dipermudah sudahkah ada kesadaran untuk tidak menjadikan Agama sebagai tameng bagi kepuasan pribadi?



Karl Marx (1818-1883) seorang filsuf asal Jerman pernah memberikan ucapan bahwa Agama sebagai candu. Kalimat itu seolah-olah menggambarkan bahwa Marx menuduh Agama sebagai sesuatu menyesatkan. Padahal tidak. Ia sendiri tidak menganggap bahwa Agama salah. Umat beragama lah, maksud Marx. Sebagaimana candu, semakin banyak dikonsumsi maka semakin menghancurkan jiwa yang ada didalam pecandu tersebut. 

Marx hidup ratusan tahun yang lalu, tetapi dunianya hampir mirip dengan kondisi Indonesia sekarang. Konon, istilah tersebut ia kritik pada sebagian oknum yang berlindung dari tameng Agama sebagai penyalur hasrat pribadi. Sekarang lihat Indonesia. Berapa banyak oknum yang digambarkan seperti kritikan Marx diatas? Berapa banyak orang yang menganggap bahwa ajaranya itu paling benar? Berapa banyak kasus SARA akibat fanatisme buta di Indonesia?

***
Jujur, seringkali saya gerah dengan sebagian oknum tersebut. Mereka ini menganut paham bahwa "Agamanyalah yang paling benar, dan diluar itu salah". Ketika di internet mereka membawa-bawa ayat dan merasa bahwa itu sudah suci. Kata andalan mereka "Kafir" apabila anda tidak satu pemikiran dengan mereka.

Oknum-oknum tersebut seringkali menyebarkan berita hoax yang mengagung-agungkan ajaranya. Sebagian lagi sangat senang melihat kebesaran Agamanya, tapi sangat Fanatik. Ingat kasus "Pelecehan Kitab Suci" atau "pahlawan kafir?", itu masih contoh kecil. Atau yang paling parah dengan bangganya mereka memakai istilah "Pribumi" (andai mereka tahu nenek moyang mereka mungkin juga pendatang!).

Entah bagaimana, sebagian oknum menganggap Indonesia itu harus 100 % "Pribumi". Seringkali ada pendapat "Indonesia merdeka karena umat mayoritas" atau "Pendatang pergi saja dari bumi pertiwi!". Mereka mungkin lupa (atau bahkan menolak tahu) bahwa negara kita ini sangat majemuk. 6 Agama resmi dan ratusan suku lah yang membuat kita kuat. Lantas, apakah "Bhineka Tunggal Ika" hanya sekadar slogan saja, tanpa menghayati isi dan makna di dalamnya?

Ayolah! 

Kenapa Fanatisme justru membutakan itu semua? Apakah kita lupa bahwa kelemahan kita sedari dulu adalah perpecahan karena Suku, Agama dan Ras? Bukankah Bung Karno pernah berkata "Jangan sekali-kali melupakan sejarah?". Mungkin itulah kenapa bangsa ini tak bisa maju. Kita selalu terjerembab dalam lubang yang sama tanpa melihat kebelakang. 


Jangan pernah lupakan sejarah. Ingat dulu para penjajah menjalankan politik pecah belah agar kita dengan mudah dikotak-kotakkan. Meminjam (lagi) perkataan Bung Karno, "lebih mudah melawan bangsa asing daripada bangsa sendiri." Ah, entahlah. Toleransi di negeri saya sedang kritis. 

1 komentar:

  1. Play Casinos in Las Vegas - Drmcd
    Slots, table games, and video 당진 출장마사지 poker machines have become more to be the ultimate casino 경산 출장샵 gaming destination, or just 실시간 바카라 사이트 미니미닝 one of the top 정읍 출장마사지 places 광명 출장샵 to play for real money.

    BalasHapus